Sidikkriminal.com, Sumenep — Proyek Rekonstruksi Jalan Padangdangan–Campaka No. 69 senilai Rp655.588.308 di Kabupaten Sumenep kini berada di pusaran dugaan penyimpangan anggaran. LSM GARIS secara terbuka menuding proyek tersebut sarat kejanggalan dan resmi melaporkannya ke Kejaksaan Negeri Sumenep, karena diduga dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis, volume pekerjaan, dan kontrak.
Laporan bernomor 013/GARIS-K/XI/2025 yang ditandatangani Nur Hasan, Ketua Umum LSM GARIS, menyebut proyek infrastruktur yang bersumber dari uang rakyat itu kuat dugaan telah menyimpang sejak tahap pelaksanaan. Kontraktor pelaksana, CV Cahaya Beton Abadi, disebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kualitas pekerjaan yang dinilai jauh dari standar.
“Ini bukan kesalahan teknis sepele. Jika spek dilanggar, volume diduga menyimpang, dan kualitas diturunkan, maka patut diduga anggaran proyek telah dimainkan,” tegas Nur Hasan.
Hasil investigasi lapangan LSM GARIS mengungkap sejumlah temuan krusial, mulai dari penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi, metode kerja yang menyimpang dari ketentuan kontrak, hingga indikasi kejanggalan pengukuran volume pekerjaan. Praktik tersebut dinilai membuka ruang terjadinya penggelembungan anggaran dan potensi kerugian keuangan negara.
Tak berhenti pada kontraktor, GARIS juga menyoroti pembiaran sistemik dari pihak-pihak yang seharusnya menjadi benteng pengawasan. Peran PPK, konsultan pengawas, hingga OPD teknis dipertanyakan publik, sebab proyek bernilai ratusan juta rupiah ini tetap berjalan dan dicairkan meski kualitasnya dipersoalkan.
Secara hukum, dugaan tersebut berpotensi menyeret banyak pihak ke jerat Undang-Undang Tipikor, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 terkait penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan yang merugikan keuangan negara. Dalam konteks ini, proyek jalan tersebut bukan lagi sekadar kegagalan pembangunan, melainkan bisa menjadi skandal anggaran daerah jika terbukti ada unsur kesengajaan.
Dari sisi politik anggaran, kasus ini memperlihatkan wajah buram pengelolaan APBD yang kerap diperlakukan sebagai lahan bagi-bagi proyek, bukan instrumen peningkatan kesejahteraan rakyat. Jalan yang seharusnya memperlancar mobilitas warga justru menjadi simbol rapuhnya komitmen pemerintah daerah terhadap kualitas pembangunan.
LSM GARIS mendesak Kejaksaan Negeri Sumenep untuk tidak bermain aman, melainkan segera melakukan audit teknis independen, penghitungan ulang volume pekerjaan, serta memanggil seluruh pihak terkait, termasuk kontraktor, pengawas, dan pejabat penanggung jawab anggaran. Penegakan hukum setengah hati hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor dan OPD terkait belum memberikan klarifikasi. Sikap bungkam tersebut dinilai semakin mempertebal kecurigaan bahwa persoalan proyek ini bukan sekadar administrasi, melainkan menyangkut integritas dan moral pengelolaan uang rakyat.
0 Komentar