Lumajang, sidikkriminal.com – Dugaan keterlibatan oknum pegawai pemerintahan dalam praktik penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar kembali mencuat di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Sejumlah sumber mengungkapkan bahwa seorang oknum pegawai kecamatan diduga ikut berperan sebagai penyuplai solar subsidi kepada pihak-pihak tertentu.
Fenomena maraknya penyalahgunaan solar bersubsidi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Pasalnya, BBM yang seharusnya diperuntukkan bagi nelayan, petani, dan pelaku usaha kecil justru dikuasai oleh jaringan mafia yang memanfaatkan kelemahan pengawasan di lapangan.
Modus Operandi: Truk Modifikasi dengan Tandon 1.000 Liter
Dari hasil pantauan sejumlah awak media, ditemukan aktivitas mencurigakan di beberapa SPBU wilayah Lumajang. Terlihat beberapa truk modifikasi bolak-balik melakukan pengisian solar dalam jumlah besar. Truk tersebut dilengkapi bak tertutup terpal, namun di bagian dalamnya terdapat tandon berkapasitas hingga 1.000 liter, yang mampu menampung dua kali pengisian solar bersubsidi.
Salah satu sopir yang berhasil dikonfirmasi di lapangan mengaku bahwa solar tersebut akan dikirim ke pangkalan milik seseorang berinisial Pak Zndn, yang berlokasi di Desa Sumberejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang.
“Pangkalan Pak Zndn ada tiga. Dua di Sumberejo Kecamatan Sukodono, satu lagi di Desa Karanganyar Kecamatan Kuniran. Biasanya dalam semalam bisa datang dua sampai tiga mobil tangki ukuran 8.000 liter,” ujar sopir itu kepada wartawan, Selasa (8/10/2025).
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa rantai distribusi solar bersubsidi di Lumajang telah dikuasai jaringan mafia migas, di mana sejumlah oknum pegawai kecamatan turut memfasilitasi jalur distribusi ilegal tersebut.
Lemah Pengawasan dan Dugaan Pembiaran
Praktik penyelewengan BBM bersubsidi sejatinya bukan hal baru. Lemahnya pengawasan aparat penegak hukum dan pihak terkait membuka celah bagi oknum untuk memperkaya diri. Celah ini semakin parah ketika pejabat daerah atau aparat sendiri diduga ikut melindungi kegiatan ilegal tersebut.
Publik menilai pengawasan dari Pertamina dan kepolisian setempat masih jauh dari optimal. Bahkan, aksi mafia migas di Lumajang berlangsung terang-terangan tanpa ada tindakan tegas dari pihak berwenang.
Landasan Hukum: UU Migas dan KUHP
Tindakan penyalahgunaan solar bersubsidi secara jelas melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Pasal 55 UU Migas dijelaskan:
“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam (6) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah).”
Selain itu, perbuatan ini juga dapat dijerat Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penadahan barang hasil kejahatan, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat (4) tahun.
Desakan Masyarakat dan Harapan Penegakan Hukum
Masyarakat Lumajang mendesak Polda Jawa Timur, Mabes Polri, hingga Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan menindak tegas para mafia migas beserta oknum aparat yang terlibat.
“Kami meminta aparat jangan tutup mata. Ini jelas kejahatan ekonomi yang merusak keadilan sosial dan merugikan rakyat kecil,” ujar salah satu tokoh masyarakat Lumajang yang enggan disebut namanya.
Praktik ilegal ini tidak hanya menyebabkan kerugian besar bagi negara akibat kebocoran subsidi energi, tetapi juga merampas hak masyarakat kecil yang seharusnya menerima manfaat BBM bersubsidi.
Kejadian ini menjadi bukti bahwa mafia migas di daerah masih tumbuh subur. Tanpa langkah hukum yang tegas dan berani, bukan tidak mungkin Lumajang akan menjadi ladang basah baru bagi para penjahat energi subsidi.
(Tim)
0 Komentar