Nganjuk,sidikkriminal.com – Dugaan praktik busuk penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali menyeruak, kali ini di SPBU 54.644.23 Jalan Nganjuk–Bojonegoro, Dusun Musir Lor, Kecamatan Rejoso. Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang kian terhimpit, SPBU ini justru diduga menjadi “ladang curang” distribusi BBM bersubsidi.
Modus yang terendus adalah pengisian jeriken dengan kedok barcode tani. Ironisnya, seorang pembeli yang diwawancarai media kedapatan membawa dua barcode sekaligus yang diduga bukan miliknya. Praktik ini jelas membuka celah penyalahgunaan kuota BBM bersubsidi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi petani dan nelayan kecil.
Petugas SPBU berkilah bahwa pengisian tetap sah “asal membawa barcode”. Namun, fakta di lapangan menunjukkan pembeli leluasa membawa jeriken berukuran besar bahkan lebih dari dua buah. Pertanyaan besar pun muncul: apakah benar itu untuk kepentingan tani, atau justru untuk diperjualbelikan kembali demi keuntungan segelintir pihak?
Perlu ditegaskan, praktik semacam ini berpotensi melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan bahwa “setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.”
Artinya, praktik pengisian jeriken dengan barcode ganda bukan sekadar “kelalaian teknis”, melainkan indikasi kuat penyalahgunaan BBM subsidi yang merugikan rakyat kecil dan negara.
Masyarakat mendesak Pertamina dan aparat penegak hukum (APH) tidak lagi menutup mata. Audit menyeluruh terhadap SPBU 54.644.23 perlu segera dilakukan. Bila terbukti ada kongkalikong antara pengelola SPBU dengan mafia BBM, izin operasional harus dicabut dan pihak terkait diproses hukum.
Jangan biarkan subsidi yang seharusnya untuk rakyat miskin justru dinikmati para mafia jeriken,” tegas salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Di tengah harga kebutuhan pokok yang merangkak naik, pembiaran praktik seperti ini sama saja dengan menghianati amanat konstitusi tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.(red)
0 Komentar